Scroll Untuk Membaca Artikel

ZONA Parigi Moutong

Tanggapi ‘Bos’ Dibalik SMS Oknum MMP Tinombala, Haruna : Kalau Ada Anggota Yang Tidak Bisa Dibina Kita Binasakan

174
×

Tanggapi ‘Bos’ Dibalik SMS Oknum MMP Tinombala, Haruna : Kalau Ada Anggota Yang Tidak Bisa Dibina Kita Binasakan

Sebarkan artikel ini
Kantor KPHK Tinombala. di Desa Kayu Agung, Kecamatan Mepanga, Kabupaten Parimo Foto : Tim

Parigi Moutong, Zona Sulawesi – Sengkarut penangkapan kayu yang disinyalir tidak sesuai Standart Operasional Prosedural atau SOP hingga pengiriman pesan singat melalui SMS yang dilakukan oleh petugas Masyarakat Mitra Polhut (MMP) Tinombala, Nawir kepada seorang masyarakat berprofesi sebagai tukang tebang pohon atau lebih dikenal tukang sensor, Darwin mendapatkan tanggapan dari Kepala Seksi Wilayah I Pangi BKSDA Sulawesi Tengah (Sulteng), Haruna.

Masalah ini bermula pada Agustus 2022, ketika Darwin bersama seorang warga yang seprofesi dengannya melakukan penyensoran 4 kubik kayu di pegunungan Tinombala eks wilayah cagar alam Tinombala yang merupakan pesanan warga untuk kebutuhan bangunan. Saat itu juga seorang petugas MMP Tinombala, Nawir mendatangi rumahnya mempertanyakan tumpukan kubik kayu yang berada di TO.

Kepada Darwin, petugas cagar alam ini memberitahukan bahwa kayu tersebut sudah ditahan oleh tim patroli. Kemudian, Nawir memberikan tawaran jika ingin kayu tersebut tidak ditahan dan diproses, maka harus membarter 2,5 kubik kayu dengan dalih perintah ‘Bos’. Mengingat upah dari 4 kubik kayu itu untuk kebutuhan ekonomi rumah tangga, permintaan itu pun diindahkan.

Seorang tukang sensor yang hanya mencari rezeki dari pesanan-pesanan kayu warga ini pun terpaksa harus memakai uang pribadi yang ia peroleh dari hasil upah sensor kayu demi memenuhi permintaan ‘Bos’ dari petugas MMP Tinombala.

Darwin menuturkan,  penebangan kayu untuk memenuhi permintaan 2,5 kubik tersebut awalnya dilakukan di area Kilo 9, tetapi dari lokasi ini hanya mendapatkan sebanyak 1 kubik lebih. Saat itu, ia mengaku mulai bingung menambah sisa permintaan, sebab di lokasi tersebut tidak ada lagi pohon yang layak ditebang. Namun, kata dia, petugas MMP Tinombala itu menunjukan lokasi di kilo 11 untuk dilakukan penyensoran memenuhi sisa kubik dari jumlah permintaan.

“Kalau di kilo 11 ini hanya dapat 31 lembar papan, tidak cukup 1 kubik, akhirnya terhenti karena waktu itu so kandas uang,” ujarnya.

Akibatnya hanya bisa menyanggupi 1,5 kubik itu menyebabkan petugas MMP ini menghubungi kembali Darwin karena belum mencukupi sesuai permintaan 2,5 kubik.

“Baru 1 kubik setengah (Disanggupi). Karena masih kurang, disitu muncul itu SMS yang bilang kalau bagaimana lanjut proses saja dari pada saya pusing ditelepon terus,” ungkap Darwin.

Berawal dari peristiwa itulah kemudian menyusul pesan singkat dari petugas MMP Tinombala, Nawir yang masuk ditelepon genggam milik Darwin.

“Dsruh menghadap dkntor toboli hari senin,” tertulis dalam SMS bernama Pak Nawir2 yang diterima Darwin.

Bahkan, merasa keinginannya itu belum juga dipenuhi oleh Darwin, petugas MMP itu kembali menekankan dalam SMS itu, bahwa ia akan melanjutkan proses penindakan terhadap Darwin. Sebab, masih dalam SMS itu, Nawir mengaku terus-menerus dihubungi oleh seseorang tanpa menjelaskan siapa yang meneleponnya tersebut.

“Klu bagaimana lanjut proses saja dari pada saya yg pusing di tlp trs tdk ada kepastian,” tertulis lagi dalam pesan singkat itu.

Tak sampai disitu, Nawir masih mengirimkan pesan singkat kepada Darwin yang kali ini mengatasnamakan ‘Bos’ meminta sejumlah 2 kubik kayu, hal itu dilakukannya dengan iming-iming penawaran Nawir kepada Darwin sebelumnya.

“Bos bilang 2 kubik apa kau di tau byak pesanan apa byk laporan smpai sama bos,” Kembali tertulis dalam pesan singkat tersebut.

Sebelumnya, Nawir telah memberikan keterangan sebagaiman dalam pemberitaan ZonaSulawesi berjudul Siapa ‘Bos’ Dibalik SMS Oknum MMP Tinombala Kepada Tukang Sensor

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Wilayah I Pangi BKSDA Sulawesi Tengah (Sulteng), Haruna yang dikonfimasi media ini mengatakan, terdapat tiga orang MMP yang menjaga wiayah konservasi cagar alam Tinombala.

Menurutnya, sekaitan penangkapan kayu yang dilakukan oleh salah satu petugas MMP Tinombala atas permintaan dari masyarakat setempat.

“Jadi di Tinombola ada pro dan kontra, sehubungan dengan beberapa kejadian banjir yang ada disitu sehingga pro dan kontra. Jadi masyarakat disana tidak melihat apakah itu kayu dari kawasan konservasi atau dari hutan lindung atau dari hutan produksi,”ujar Haruna yang diwawancarai belum lama ini.

Dari berbagai desakan masyarakat itu, kata dia, sehingga sejumlah kayu yang ditebang tukang sensor khususnya masuk dalam wilayah cagar alam Tinombala digiring ke kantor KLHK Tinombala. Namun, ada pula sebagian kayu dilepaskan karena, ketika dilakukan lacak balak terdapat aktivitas diluar wilayah hutan konservasi.

Bagi tukang sensor yang memiliki kayu dan telah ditahan oleh KLHK Tinombola, kemudian menginginkan kayunya dilepaskan atau mendapatkan kebijaksanaan, Haruna bilang, perlu menghadap dirinya di kantor yang terletak di Toboli.

Sehingga, menurut Haruna, petugas MMP Tinombala itu menyuruh tukang sensor menemuinya di Toboli, karena menganggap ia yang memiliki wewenang dalam memproses tukang sensor tersebut. Akan tetapi, ia menambahkan, tidak pernah memerintahkan petugas MMP Tinombala untuk meminta kayu kepada tukang sensor sebanyak 2 kubik.

“Mereka ngotot untuk dikeluarkan, disuruhlah mereka untuk terus ke Toboli untuk ketemu dengan kami. Jadi tidak ada perintah atau yang namanya meminta kayu dari oknum tukang sensor apalagi meminta 2 kubik,” ucapnya.

Bagi Haruna, di Tinombala ketika tukang sensor memberikan imbalan kepada petugas MMP akan menjadi perbincangan di daerah itu. Pun misalnya jika tukang sensor memberikan berupa rokok. Maka, kata dia, satu kabupaten akan mengetahui tindakan itu. Olehnya itu, ia menuturkan tak ingin mengotori dirinya dengan cara meminta kayu 2 kubik.

“Mereka itu orang susah, mana mungkin orang seperti saya meminta-minta kayu 2 kubik,” ucapnya.

Ia kembali mengklaim, bahwa tindakan yang dilakukan petugas MMP Tinombala, bukan untuk meminta kayu sebanyak 2 kubik, namun menyuruh pemilik kayu menemuinya di Toboli jika menginginkan kayunya dikeluarkan. Di mana kayu itu hingga sekarang masih tersimpan.

“Jadi bukan pengertian meminta 2 kubik, tapi MMP saya, minta pemilik kayu itu untuk ke Toboli ketemu saya kalau memang mau meminta kayu itu keluar yang ada di kantor saat itu dan saat ini masih di kantor juga,” sebutnya.

Ditanyakan sekaitan soal sms dari petugas MMP Tinombala yang mengirim pesan “Bos bilang 2 kubik” tertulis dalam telepon genggam Darwin. Haruna menegaskan, pihaknya tak pernah memerinthakan MMP untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara seperti itu.

Sebab, katanya, jika tukang sensor salah, maka perlu ditindaki. Apabila ingin dibijaksanai, maka diberikan pembinaan tanpa tawar menawar dalam bentuk apapun.

“Jadi kalau seperti itu. Saya, kami tidak pernah melakukan tindakan atau memerintahkan anggota untuk melakukan pembinaan masyarakat seperti itu, ya salah, salah. Kalau mau tangkap, tangkap. Kalau mau dibijaksanai atau ada pembinaan, misalnya ternyata di cek diluar kawasan atau pun diluar kawasan ternyata baru pertama kali yang bersangkutan melakukan, ya kasih. Tapi tidak pakai embel-embel dan itu yang saya tegaskan setiap kali saya kelapangan,” tegasnya.

Mendengar pertanyaan terkait adanya dugaan praktek barter yang dilakukan petugas MMP Tinombala mengejutkan Haruna. Pasalnya, pengakuan tukang sensor, Darwin diminta untuk menebang kembali pohon yang dijadikan kayu balok sejumlah 2,5 kubik. Di mana kayu balok tersebut akan dijadikan barang bukti. Kayu balok yang sebelumnya sebanyak 4 kubik akan dilepaskan. Asalkan, permintaan Nawir untuk 4 kubik ditukarkan kayu balok 2,5 kubik dipenuhi Darwin.

“Apa barter. Saya baru dengar strategi kaya begitu, bahwa ada yang namanya ditangkap baru disuruh lagi ba sensor dua kubik. Itu bukan lagi mencegah pengolahan lebih menyuruh lagi,” cetusnya.

Ia menyatakan tidak pernah memerintahkan praktek barter. Bahkan, Haruna menegaskan, jika terbukti MMP melakukan tindakan demikian, maka ia akan memberhentikan oknum MMP tersebut.

“Jadi yang seperti itu pak tidak ada perintah, kalau ada MMP saya begitu pak saya berhentikan.” Tegasnya.

Menurut Haruna, selama 23 tahun dirinya bertugas di BKSDA tak pernah melakukan tukar kayu tangkapan dengan menyuruh menebang kembali pohon untuk diolah menjadi kayu balok dengan jumlah kubikasi ditentukan. Maupun memerintahkan hal itu kepada petugas MMP.

“Saya selama saya sudah 23 tahun ndak pernah memakai strategi begini membina masyarakat. Bahwa agar ini kayu tidak di tahan kau harus gantikan 2 kubik misalnya atau satu panggal sebagai barang bukti, ndak ada seperti itu. Ndak pernah ada perintah seperti itu. Kami di BKSDA tidak pernah seperti itu,” katanya.

Pihaknya juga telah memerintahkan Kepala Resort KLHK Tinombala untuk mengumpulkan bahan dan keteranagan untuk mencari fakta sebenarnya.

Sebab, Haruna menilai tindakan yang dilakukan petugas MMP dengan cara menukar barang tangkapan bahkan terkesan menekankan tukang sensor merupakan tindakan yang salah.

“Kalau mereka meminta mengganti memang salah itu kalau begitu itu, karena nda ada kita dalam proses penanganan kasus ataupun mengancam seseorang kalau kau tidak kasih saya ini 4 kubik saya tahan, wah itu salah betul,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan, kalaupun memberikan kebijakan kepada tukang sensor, petugas MMP dilarang menerima sesuatu.

“Misalnya orang baru, kali itu dia melakukan. Pendekatan pembinaan (bilang) ini salah jangan lakukan dua kali yah. Itu ada beberapa tukang sensor yang kami buatkan surat pernyataan yang pernah kedapatan,” terangnya.

Haruna menjelaskan, sejauh ini pihaknya berupaya melakukan pembinaan dan pendekatan persuasif secara terus menerus kepada tukang sensor walaupun memang ada kayu mereka ditahan di kantornya. Hal itu agar tukang sensor menemuinya dan ia akan membuatkan surat pernyataan bahwa pelaku tidak lagi mengulangi tindakan yang menyalahi aturan.

Kepala Resort KPHK Tinombalo sedang mengumpulkan bahan keterangan terkait problem yang dialami KPHK Tinombala. Selain itu, Haruna juga akan mengumpulkan tukang sensor untuk melakukan pembinaan. Juga menanyakan perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat antara satu dan lainnya.

“Apakah memang ada seperti ini, ada masyarakat yang kalian beda-bedakan karena bagi saya disana itu tidak ada masyarakat yang saya nomor satukan atau yang saya nomor duakan semua adalah mitra kita masyarakat yang perlu dilayani dan di edukasi  terkait pentingnya perlindungan terhadap hutan,” sebutnya.

Haruna mengungkapkan, jika benar adanya perbedaan perlakuan MMP Tinombala terhadap tukang sensor, maka petugas MMP itu akan dilakukan pembinaan.

“Apabila ada perbedaan seperti itu kami akan melakukan pembinaan kepada anggota untuk tidak membeda-bedakan,” ungkapnya.

Secara tegas Haruna menyatakan, kalau petugas MMP tidak bisa dibina, maka ia akan menangani anggotanya tersebut.

“Kalau  ada anggota yang tidak bisa dibina yah kita binasakan,” tandas Haruna. ***

Baca juga : Kasus Sengketa Lahan, MA Tolak Gugatan PK Terdakwa Panca Trisna