Palu, Zona Sulawesi – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah bersama Perkumpulan Aksi dan Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) akan menyerahkan petisi penolakan pembuangan limbah tailing ke laut dari industri nikel baterai serta mendesak pemerintah mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan energi terbarukan pada industri nikel baterai.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menunjukkan adanya potensi dampak lingkungan dari rencana pembuangan tailing ke laut dalam (deep-sea tailing placement atau DSTP) yang dipilih sebagai metode untuk menekan biaya operasi industri nikel. Selain itu industri nikel baik di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah maupun Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara masih memanfaatkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menggunakan batubara sebagai sumber energi utama yang notabene adalah sumber polutan dan penyumbang emisi karbon.
Kordinator AEER, Pius Ginting menegaskan, komitmen iklim Presiden Tiongkok Xi Jinping bahwa Republik Rakyat Tiongkok tidak lagi membangun PLTU baru diluar negeri perlu dikonkritkan dengan mengungkapkan informasi ke publik tidak lagi penambahan PLTU baru di kawasan industri nikel terkait investasi Tiongkok di Sulteng. Serta mengupayakan dalam waktu dekat menggantikan PLTU yang telah beroperasi dengan energi terbarukan.
Menurutnya, hal itu akan baik buat iklim dan baik buat kesehatan warga Bahodopi di Kabupaten Morowali yang telah jadi korban polusi udara.
Pius juga menambahkan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, perlu mendorong industri nikel tidak menjadi pusat emisi gas rumah kaca karena akan berdampak buruk bagi citra nikel baterai asal Sulteng.
Sementara itu, Koordinator Pelaksana Jatam Sulteng, Moh. Taufik akan mendorong hilirisasi nikel bukan berarti tanpa pekerjaan rumah baru.
Sebab, kata dia, rekam jejak lingkungan industri nikel di darat hendaknya tidak diperluas ke laut. Tiongkok sendiri tidak menerapkan pembuangan limbah tambang ke laut di negerinya.
“Kami harapkan ada komitmen keragaman hayati dari pemerintah Tiongkok sebagai tuan rumah Konferensi Keragaman Hayati PBB, yang berlangsung di Kunming, Kota di bagian barat daya china pada bulan oktober ini,”ujar Taufik kepada Zona Sulawesi, Rabu (13/10/2021).
Ia juga berharap berlangsungnya konferensi Keanekaragaman Hayati di Tiongkok, juga dibarengi dengan komitmen pemerintah tiongkok, untuk tidak melakukan pembuangan limbah tambang ke laut dari investasinya di luar negeri seperti di Sulawesi Tengah. Yang akan merencanakan pembuangan limbah tailing di wilayah laut Morowali.
Selain itu, Taufik menyampaikan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, lewat petisi ini, harapannya, juga dapat menunjukkan kepemimpinan dalam mitigasi iklim dengan menempatkan laut sebagai zona karbon biru, dengan tidak merekomendasikan pembuangan limbah tambang ke laut di Sulawesi Tengah yang dapat membahayakan keanekaragaman hayati, seperti rencana pembuangan limbah tailing ke laut morowali, yang dapat membahayakan keanekaragaman hayati yang hidup di perairan laut Morowali.