Scroll Untuk Membaca Artikel

ZONA Nasional

Kecemasan Tenaga Honorer

111
×

Kecemasan Tenaga Honorer

Sebarkan artikel ini
Tenaga honorer menuntut haknya. Foto : Ilustrasi/Istimewa

Jakarta, Zona Sulawesi – Barangkali bukan hanya ratusan mungkin ribuan tenaga honorer dibayangi kecemasan adanya wacana penghapusan tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada 2023 mendatang. Hal itu pun menimbulkan pro dan kontra dan masih menjadi perdebatan hingga sekarang.

Permasalahan status pegawai honorer mencuat setelah dikeluarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE Menteri PANRB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 Perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam surat itu terdapat 5 pokok penting yang disampaikan Menteri PANRB, Tjahjo Kumulo.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka penataan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan agar para pejabat pembina kepegawaian:

  1. Melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK
  2. Menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN
  3. Dalam hal instansi pemerintah membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga ahli daya (outsourcing) oleh pihak ketiga dan status tenaga alih daya (outsourcing) bukan merupakan tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan
  4. Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi calon PNS maupun calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.
  5. Bagi pejabat pembinaan kepegawaian yang tidak mengindahkan amanat sebagaimana tersebut di atas dan tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal pemerintah.

Terbitnya SE tersebut menjadi buntut persoalan nasib pegawai honorer yang tak kunjung usai.

Sebenarnya, keberadaan tenaga honorer tidak begitu jelas. Jika merujuk pada Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pada pasal 6 yang disebut sebagai komponen pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah PNS dan PPPK.

Ketidakpastian keberadaan honorer dalam UU ASN otomatis juga akan berakibat kepada hak dan kewajiban yang akan dirasakan oleh tenaga honorer tersebut. Sedangkan jika menelisik dalam UU yang sama pada pasal 21, PNS berhak memperoleh hak: a. gaji

  1. tunjangan, dan fasilitas
  2. cuti
  3. jaminan pensiun dan jaminan hari tua e. perlindungan dan
  4. pengembangan kompetensi.

Selanjutnya bagian kedua berkenaan dengan hak PPPK pada pasal 22, PPPK berhak memperoleh:

  1. gaji dan tunjangan
  2. cuti
  3. perlindungan dan
  4. pengembangan kompetensi.

Lantas bagaimana penjaminan hak kepada tenaga honorer di Indonesia?

SE Menteri PANRB Bukan Penghapusan Honorer Tapi Menata Pegawai Non-ASN

Melansir jpnn.com, menanggapi polemik penghapusan honorer, Karo Humas Kemen PANRB, Mohammad Averouce menegaskan tujuan dasar SE Menteri PANRB sebenarnya bukan menghapus honorer, tetapi menata pegawai non-ASN.

“Jangan di-framing penghapusan. Baca SE MenPAN-RB dengan baik, karena tujuannya menata pegawai non-ASN,”kata Averouce dikutip dari jpnn.com, Rabu (22/6/2022).

Dalam SE Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei, Averouce menjelaskan pemerintah ingin menyelesaikan masalah honorer yang telah bekerja di lingkungan instansi pemerintah. Upaya penyelesaian honorer ini, sudah dilakukan sejak 2005 lewat PP Nomor 48 Tahun 2005 jo PP Nomor 43 Tahun 2007.

Kemudian diubah lagi dengan PP Nomor 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi PNS. Kebijakan ini kemudian berlanjut dengan lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Di dalam UU ASN pasal 5 menyebutkan pegawai ASN terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Nah, pasal 6 UU ASN menyebutkan pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara,”ujarnya.

Averouce menambahkan dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK mengamanatkan jabatan-jabatan yang bisa diisi diatur dalam Perpres. Jadi, sejumlah regulasi tentang jabatan-jabatan tersebut sudah diatur dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2020, Kepmen PANRB Nomor 76 Tahun 2022 tentang Perubahan atas KepmenPAN-RB Nomor 1197 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional yang bisa diisi PPPK.

“Jadi, ada 187 jabfung yang bisa diisi PPPK, salah satunya adalah guru,”tegasnya.

Labih lanjut, dengan SE Menteri PANRB, setiap instansi diminta tidak lagi merekrut honorer baik pemda maupun pusat. Setiap instansi harus menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023.

“Yang memenuhi persyaratan menjadi CPNS dan PPPK diarahkan ikut seleksi CASN,”ucapnya.

Sementara itu, tenaga honorer yang jabatannya dialihkan ke outsourcing (tenaga alih daya) ada tiga, yakni pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan.

“Pengemudi, tenaga kebersihan, satuan pengamanan tidak ada dalam regulasi jabatan yang bisa mengisi PPPK, makanya dialihkan ke outsourcing,”pungkas Auveroce.

Baca juga : Seorang Anggota Brimob Hanyut di Sungai Salubanga Parimo

Langkah Strategis Penyelesaian Polemik Pegawai Non-ASN

Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB) ad interim Mahfud Md menegaskan tidak perlu mencari siapa yang salah dalam polemik pegawai non-ASN.

Saat ini, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya.

“Tidak perlu kita mencari siapa yang salah. Tapi kita harus selesaikan masalah ini bersama,”tegas Mahfud Md. Penegasan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyelesaian Tenaga Non-ASN di Lingkungan Instansi Pemerintah, di Jakarta, Jumat (24/6/2022).

Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK. Tentunya, dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.

Instansi pemerintah pusat dan daerah diminta untuk melakukan pemetaan terkait pegawai non-ASN yang bisa diikutsertakan dalam seleksi PNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, pegawai non-ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai ASN. Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini diantaranya adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan.

“Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023,”ungkap Mahfud, dalam rakor yang dihadiri oleh perwakilan dari sekda provinsi, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).

Permen PANRB No 20 Tahun 2022 Beri Kesempatan bagi Pegawai Non-ASN

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB) menganggap Peraturan Menteri (Permen) PANRB No 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi salah satu solusi polemik penghapusan tenaga honorer.

Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Alex Denni menjelaskan, pihaknya fokus pada kompetensi SDM yang dibutuhkan pemerintah menuju birokrasi kelas dunia. Kompetensi pada tingkat pelayanan dasar pun diperhatikan, misalnya tenaga pendidikan dan kesehatan.

Ia menilai, guru juga merupakan posisi yang banyak diisi oleh pegawai non-Aparatur Sipil Negara atau non-ASN. Tahun ini, kata dia, telah diterbitkan Peraturan Menteri PANRB No 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional (JF) guru pada instansi daerah tahun 2022. Peraturan tersebut, menurut Alex, memberi afirmasi bagi guru-guru non-ASN yang telah mengabdi selama 3 tahun.

“Tinggal kita mengeksekusi dan memberikan kesempatan pada guru honorer tiga tahun kebelakang untuk kemudahan seleksi,”jelas Alex dalam keterangan resmi pada Rapat Koordinasi Pembahasan Penyelesaian Tenaga Non-ASN di Lingkungan Instansi Pemerintah, di Jakarta, Jumat (24/6/2022).

Adapun penjabaran Peraturan Menteri PANRB No 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan PPPK yang dianggap menyangkut PPPK.

Pada pasal 1 ayat 20 sampai ayat 23 menjelaskan status non-ASN  yang dapat melamar sebagai PPPK JF guru yakni :

  1. Tenaga Honorer eks Kategori II yang selanjutnya disebut THK-II adalah individu yang terdaftar dalam pangkalan data (database) eks tenaga honorer pada Badan Kepegawaian Negara.
  2. Guru non-ASN adalah individu yang ditugaskan sebagai Guru bukan ASN di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Instansi Daerah yang sumber datanya berasal dari Dapodik.
  3. Guru Swasta adalah individu yang ditugaskan sebagai Guru di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang sumber datanya berasal dari Dapodik.
  4. Lulusan Pendidikan Profesi Guru yang selanjutnya disebut Lulusan PPG adalah individu yang belum melaksanakan tugas sebagai Guru dan telah lulus pendidikan profesi guru yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Kemudian, dalam pasal 4 pelamar yang dapat melamar sebagai PPPK JF Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022 terdiri atas kategori :

  1. pelamar prioritas; dan
  2. pelamar umum.

Selanjutnya, dalam pasal 5 pelamar prioritas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a terdiri atas:

  1. pelamar prioritas I
  2. pelamar prioritas II dan
  3. pelamar prioritas III.

Pelamar prioritas I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

  1. THK-II yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021
  2. Guru non-ASN yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021
  3. Lulusan PPG yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021 dan
  4. Guru Swasta yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021.

(3) Pelamar prioritas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan THK-II.

(4) Pelamar prioritas III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Guru non-ASN di sekolah negeri yang terdaftar di Dapodik dan memiliki masa kerja paling rendah 3 (tiga) tahun.

Kemudian dalam paragraf 7 Pemenuhan Kebutuhan pada pasal 37 berbunyi sebagai berikut :

(1) Pemenuhan kebutuhan PPPK JF Guru Tahun 2022 didahulukan untuk pelamar prioritas I

(2) Pemenuhan kebutuhan bagi pelamar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku urutan dari

  1. THK-II yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021
  2. Guru non-ASN yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021
  3. Lulusan PPG yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021 dan
  4. Guru Swasta yang memenuhi Nilai Ambang Batas pada seleksi PPPK JF Guru Tahun 2021.

(3) Dalam hal pemenuhan kebutuhan oleh pelamar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, akan dipenuhi oleh pelamar prioritas II.

(4) Dalam hal pemenuhan kebutuhan oleh pelamar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum terpenuhi, akan dipenuhi oleh pelamar prioritas III, yaitu Guru non-ASN di sekolah negeri yang terdaftar di Dapodik dan memiliki masa kerja paling rendah 3 (tiga) tahun.

(5) Dalam hal pemenuhan kebutuhan oleh pelamar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum terpenuhi, akan dipenuhi oleh pelamar umum.

Harapannya peraturan tersebut dapat memberikan puluang dan kesempatan bagi pegawai non-ASN untuk mengisi kebutuhan PPPK JF guru sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan sesuai regulasi, masa perjanjian kerja PPPK yakni paling kurang satu tahun dan maksimal lima tahun. Perjanjian kerja dapat diperpanjang jika memenuhi syarat.

Gaji PPPK di Instansi Daerah dibebankan dari APBD

Meskipun, menjadi PPPK memiliki pendapatan hampir setara dengan PNS. Bahkan diberikan hak cuti dan hak mengembangkan kompetensi serta mendapatkan perlindungan hari tua hingga jaminan kesehatan. Sayangnya, tidak sedikit juga kepala daerah yang dilema dengan adanya kebijakan pergantian tenaga honorer menjadi PPPK.

Sebab, pemerintah pusat tidak mengalokasikan anggaran untuk upah kepada PPPK, justru dibebankan kepada pemerintah daerah untuk memberikan gaji melalui APBD.

Hal itu seperti tertuang dalam Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada pasal 101 ayat (3) gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di instansi pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di instansi daerah.