Scroll Untuk Membaca Artikel

Dimensi

Menikahi Jin Part 2

609
×

Menikahi Jin Part 2

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi jin (Foto: Freepik/@kjpargeter)

Zona Sulawesi – Hai sahabat zoners kembali lagi dengan cerita horor yang kami suguhkan untuk menemani malam kalian, cerita ini merupakan sambungan dari seorang cucu yang menemui neneknya di perkampungan dan keheranan dengan neneknya yang menikah dengan kakeknya berwujud jin, silahkan baca kisah horor selengkapnya.

“Dulu tahun 92 kakekmu meninggal, setelah kakek meninggal nenek Cuma berdua dengan ibumu, lalu ibumu juga pergi hidup dengan pilihannya sendri, nenek tinggal sndri, setelah itu nenek berusaha menghidupkan kakek lagi,

Setelah itu kakek kembali tinggal dengan nenek nduk” kata nenekku dengan santainya.

Aku masih gak percaya, dan mikir itu Cuma bualannya karena nenek sudah tua dan kesepian, tapi aku Cuma mengangguk dan senyum menghargai saja. Selesai makan, aku dikejutkan lagi dengan perkataan nenek, “kamu mau lihat kakekmu nduk?”.

Aku sebetulnya takut, dan betul2 ga percaya, tapi aku juga penasaran, dengan spontan aku bilang, “bagaimana caranya?tapi Tya takut”kataku.

“Gapapa, sini kamu, mereka itu baik, mereka yang jaga nenek disini” kata nenek sasambil mendekati tubuhnya dan mendekap mataku sambil merapal doa yang aku gak paham artinya.

Setelah dibuka dekapannya, aku terperanjat betul2 kaget karena rumah ini sesak, banyak sekali orang yang berlalu lalang melakukan aktifitasnya, juga nenekku memanggilku untuk melihat kakek yang duduk disebelahnya, yang sekali lagi, aku terperanjat kaget.

Kakek yang kulihat ini gak tua, tapi gak muda juga, sekitar 40tahunan umurnya. Aku pikir dia sudah setua nenekku. Dan ada perasaan yang beda waktu aku melihat kakek.

“Orang ini gak asing” betul, aku yakin orang ini pernah masuk kedalam mimpiku, bukan fisiknya yang kuingat, aku pun lupa bagaimana mimpi itu terjadi, tapi soal perasaan dari kehadirannya yang buat aku hafal.

Awalnya di mimpi itu aku pikir itu bapakku, tapi gak mungkin, karena secara fisik beda,

Kakekku memandangiku seolah bahagia, tersenyum tapi diam, aku juga bahagia sudah bisa melihat kakekku walaupun aku gak tahu itu betul2 jiwanya, atau bukan.

Selain itu juga mataku menyisir kepenjuru rumah, melihat keadaan sekitar sambil terperangah kalau banyak sekali jiwa2 mereka yang hidup berdampingan dengan kita. Pantas saja aku merasa gerah daritadi. Aku melihat mereka semua juga tanpa rasa takut, aku Cuma bingung.

“Merekalah yang nemenin nenek selama nenek sendirian, mereka bukan yang jahat, mereka semua baik dan ga mengganggu, ya layaknya manusia saja nduk, ada yang baik dan jahat, begitu juga mereka” jelas nenekku yang setidaknya membuat aku sedikit tenang.

“Sudah, daripada kita disini sumpek, kita ke pasar malam yuk” ajak nenekku, rasanya aku senang sekali ditreat atau dianggap seperti anak kecil dihadapannya, tapi tujuannya disini bukan hanya untuk jajan, tapi nenek mau memberi tahu hal yang lain juga.

Di desa kami suka ada pasar malam/pasar kaget yang jualan hanya 1 minggu. Nanti diminggu berikutnya, pasar ini pindah ke tempat lain. Ya semacam bazar bahasa kerennya mah. Dari rumah nenekku ke pasar Dekat sekali, jadi kita jalan kaki kesana dan sampai sekitar jam 8 malam.

Sampai disana kita melihat2 berbagai hal yang dijual, nenekku mau duduk dan sekedar mengajakku memperhatikan keramaian, ada permainan anak2, orang jualan, ada pembeli dan penjual, ramai sekali.
“Disini kalo kamu bener2 perhatikan, ga semuanya dari mereka manusia kayak kita, coba kamu amatin ibu2 yang sama anak kecilnya di tukang gulali” jelas nenekku sambil menunjuk ke 1 arah gerobak.

Aku lihat ada ibu yang menggandeng anaknya sekitar umur 4/5 tahun asyik memilih gulali yang dijajakan pedagangnya. Normal, seperti manusia pada umumnya yang kulihat.

“Mari sini ikut nenek” ajak nenekku. Berjalan mendekati ibu dengan anaknya tadi yang sudah meninggalkan gerobak dan jalan ke arah yang random, alias ke tempat sepi tanpa ada jalanan menuju tempat sepi itu.

Aku heran dan ngeri, melihat pemandangan aneh didepanku, karena ibu dan anak itu seolah berjalan melayang dan perlahan hilang dari hadapanku.

“mereka bener2 ada nduk, dan mereka ada dimanapun, terkadang saat kita di tengah keramian orang2 yg gak kita kenal, kita gak bisa memastikan mereka semua bener2 manusia atau bukan. Tapi itu sebenarnya gak berbahaya dan gak ada yg perlu ditakutkan,

Semua jin atau makluk halus akan menghormati manusia jika mereka yg mendekat, dan sebaliknya jika kita yg mendekat kita harus menghormati mereka, krn mereka emg bener2 ada nduk” jelas nenekku yang sekarang aku paham.

Sampai dirumah, sebelum tidur wajahku dan mataku diusap kembali oleh nenek sambil dirapalkan mantra, maksudnya untuk menutup mata batinku yang tadi terbuka, tapi sepengetahuanku, kalau sudah dibuka walaupun ditutup lagi, aku jadi makin peka dengan dunia gaib.
Aku sudah merasa banyak gak nyaman ditempat ini semenjak nenek nunjukin segalanya, bukan takut juga, tapi ini bukan hal yang wajar, dan aku takut bilang ke nenek, karena takut nenekku tersinggung.

Rasanya aku mau cepat pulang ke Jakarta saja, tapi memang besok adalah saatnya aku pulang. Malam itu aku balik kerumah dan aku minta tidur dengan nenekku saja, karena perasaan yang makin ngeri, pengap dirumah, dan aku berharap matahari cepat terbit supaya aku bisa pulang.

Paginya, “loh mau kemana nduk? Buru2 banget kamu” suara nenekku mengagetkan persiapanku pulang, disitu aku gak terlalu banyak siap2 karena aku betul2 mau segera pulang.

“Aku ada kerjaan mendadak nek aku takut telat, memang hari ini jadwalku balik ke Jakarta juga” jelas aku yang akhirnya dipahami nenek.

Setelah itu aku pamit dan memboyong barang bawaanku ke mobil. Ada 1 hal lagi yanh aneh, aku lihat di sebelah rumah nenek, samping kanan kirinya adalah lahan kosong.

Aku sejenak berpikir, terus yang kemarin anak kecil nyapa aku siapa? Rumah besar yang menghalangi jendelaku? Ahh aku berkecamuk sampai aku ga mau memikirkannya lagi, cepet2 meninggalkan tempat ini dan naik ke mobilku.

Singkat cerita sampai di Jakarta, aku cerita dengan bapak dan ibu. Ibu keliatannya kaget dan heran tapi gak marah juga, biasanya ibu sering melarang aku bertemu nenek dan selalu cerita banyak kejelekan yang nenekku kerjakan, termasuk kebiasaan nenekku memelihara jin sejak dulu.

Dulu kalau ibuku cerita soal jin, dan keanehan nenek, sering kali aku gak percaya dan anggap remeh, tapi penasaranku setelah ini mencuat,
“Kenapa kok nenek bisa begitu?” Tanyaku ke ibu.

“Nenekmu itu gila pengakuan dan pujian saja, dia ngurut, nyembuhin orang, bantuin melahirkan, dan nyembuhin penyakit kampung, ya kekuatannya dia dapet dari jin. Ibu, yang anak satu2nya aja maluuu Tya. Dari dulu dia seperti itu” jelas ibu, aku kaget dan masih gak percaya, karena ya aku lihat dari sisi nenek kemarin dia ramah.

“Nenekmu juga kalo nyembuhin orang itu, ga disebuhin, tapi Cuma dipindahin saja penyakitnya ke orang yang gak bersalah” jelas ibu, aku seolah makin gak percaya, tapi gimanapun, ibuku lebih tahu karena dia bertahun2 hidup bersamanya.

Mengenai kakekku juga yang menurut pengakuan nenekku dialah yang mebangunkannya, ternyata memang iya, karena nenekku punya rasa cinta yang gak wajar. Gak bisa menerima perpisahan, padahal disetiap pertemuan pasti ada perpisahan apapun itu bentuknya, tapi nenekku gak siap.

Ibuku bilang segala macam cara dilakukan nenek untuk menghidupkan kakek kembali. Tapi sia2 semuanya. Akhirnya dengan penuh kesadaran, nenekku menikahi jin “YANG HANYA MENYERUPAI KAKEK” jadi yang aku lihat kemarin, nyatanya bukan kakekku.

Nenek seolah membohongi dirinya dan menanam sugesti di pikirannya bahwa itu adalah kakek, jadi, foto2 pernikahannya yang ia pajang, bukanlah foto pernikahannya dengan kakek, melainkan dengan jin tersebut.
*aku ngeri si disini, bisa2nya si Tya gak nyesel🙂

Sebetulnya, ibuku pergi meninggalkan nenek dan memilih kehidupan tentram dengan bapakku, bukan Cuma karena itu, bukan soal hal ghoib yang nenekku anut, bahkan itu bukan sesuatu alasan yang kuat, tapi ada hal lain yang aku ga bisa ceritakan disini.

Aku juga cerita ke ibu soal mimpiku yang selalu didatangi laki2 seumur bapaknya, yang aku lihat juga dirumah nenek, ternyata ibu juga menduga,

“Itu memang sengaja nenekmu buat dan kirim jin itu ke mimpimu, karena supaya kamu terpanggil untuk menemui dia” jelas ibuku yang kali ini buat aku merinding hebat.

Yang buat aku merinding karena ada rasa yang gak bisa aku jelaskan dengan kata2, perasaan waktu aku bertemu sosok kakek di mimpi dan dirumah nenek, perasaan itu lebih ke negatif, ya kalau aku jabarkan dengan warna, itu seperti hitam dan abu2.

Ibuku cerita tiba2 ke aku soal apa yang terjadi padanya semalam. Ibuku merasa semalam dibangunkan nenek, dia betul2 merasakan ada sentuhan kencang di pundaknya sambil bilang “nduk bangun bangun, hayo bangun nduk”.

Antara sadar dan gak sadar, ibuku bangun tapi rasanya kayak mimpi alias bangun di alam mimpi, jam waktu itu masih pukul 4 subuh (susah si aku jelasinnya karena ini ibuku yang ngalamin semoga kalian ngerti).
“Ibu pamit yo” Cuma bilang begitu nenekku di dalam mimpi ibuku. Setelah itu ibuku betul2 bangun kaget ke dunia yang nyata dan masih berasa yang barusan itu bukanlah mimpi, betul2 nyata.

Tapi ibuku ga begitu menghiraukan tentang mimpinya, karena ibuku lebih sering berfikiran logis.
Setelah 2 hari berselang, aku dapat DM Instagram (pesan instagram) dari Ryan, temanku yang bekerja di Semarang waktu aku bertemu di acara yang aku sudah ceritakan diatas.

Ryan menyampaikan pesan duka kalau nenekku sudah meninggal 2 hari lalu. Ya Ryan tahu kabarnya karena kampungnya juga sama dengan nenekku seperti yang sudah aku ceritakan.

Ryan baru mengabariku karena dia susah mencari kontakku, akhirnya dia Cuma menemukan akun instagramku saja. Aku cepat2 kabarkan hal ini ke ibu, tapi ibu justru menyuruh aku saja yang datang ke makamnya, ibuku enggan kesana, karena memang ibuku memisahkan diri semenjak gadis.

Aku juga sebetulnya enggan pergi kesana apalagi sendirian, karena pengalaman yang aku dapat betul2 gak enak. Akhirnya kami sekeluarga ga ada yang pergi kesana.

Soal pemakamannya pun menurut penuturan Ryan, sudah dibantu warga, ya karena kalian tahu kan, nenekku sangat dikenal dan dipuji karena rela membantu tanpa pamrih.

Jadi warga desa sana antusias mengurus penguburan nenekku. Ada hal yang sampe sekarang aku ga habis pikir, soal rumah yang menghalangi jendela rumah nenekku, rumah seluas itu lenyap Cuma 1 malam termasuk anak2 kecilnya yang waktu itu menyapaku.

Ya tapi syukurnya ga ada sesuatu yang terjadi waktu aku sampe di Jakarta, semuanya normal2 saja.

-END-