Scroll Untuk Membaca Artikel

Dimensi

Mewaspadai Pewarisan Kemiskinan Sulawesi Tengah

95
×

Mewaspadai Pewarisan Kemiskinan Sulawesi Tengah

Sebarkan artikel ini
Mewaspadai Pewarisan Kemiskinan Sulawesi Tengah
Rukhedi. Foto : Istimewa

Oleh : Rukhedi

Sulawesi Tengah merupakan provinsi dengan kekayaan yang berlimpah. Selain perkebunan, perikanan, hasil hutan, pariwisata,  provinsi ini juga memiliki potensi pertambangan dan penggalian seperti minyak bumi dan gas alam, mineral dan barang galian lainnya yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota.

Di sektor perkebunan, produksi kakao Sulawesi Tengah menempati posisi tertinggi di Indonesia dengan produksi sebanyak 127,3 ribu ton pada tahun 2020. Pada periode yang sama, produksi kelapa sawit dan kelapa sebanyak 371,7 ribu ton dan 195,7 ribu ton (Statistik Indonesia, 2021).

Potensi sektor perikanan terlihat dari produksi perikanan tangkap maupun budidaya. Dari sumber yang sama, pada tahun 2019 produksi ikan tangkap mencapai 135.360 ton atau senilai 3,2 triliun rupiah. Sedangkan produksi ikan budidaya pada periode tersebut sebanyak 966.953 ton atau senilai 4,2 triliun rupiah. Untuk sektor kehutanan provinsi ini menghasilkan kayu jenis kayu gergajian, eboni, rotan dan kayu gelondongan. Potensi pariwisata tersebar di semua kabupaten/kota, dari pegunungan, danau, pantai dan ribuan pulau nan eksotis.

Berdasarkan situs Kementrian ESDM, potensi sektor energi dan sumber daya mineral seperti nikel dengan luas area 322.200 Ha dengan besar cadangan diperkirakan mencapai 8.000.000 WMT. Cadangan komoditas lainnya yaitu infered imonit 14.062,20 juta ton, gelena 100.000.000 ton, emas 16.000.000 ton, molibdenum 100 juta ton, granit 259.461.283.470 m3. Cadangan minyak bumi terdapat di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai dengan kapasitas 16,5-23 juta barel per tahun dan potensi gas bumi terdapat di Kabupaten Banggai dengan kapasitas 1,6 triliun kaki kubik.

Sebagian potensi kekayaan tersebut telah dieksploitasi dan secara makro produksinya dapat terukur, baik melalui data ekspor maupun produk domestik regional bruto (PDRB). Sejak eksploitasi nikel, ekspor Sulawesi Tengah telah tumbuh secara mengesankan. Pada tahun 2014 (sebelum eksploitasi), ekspor dari Sulawesi Tengah hanya sebanyak US$80,59 juta dalam satu tahun, melonjak menjadi US$503,27 juta pada tahun 2015 dan terus merangkak naik menjadi US$ 7.480,65  juta pada tahun 2020. Sampai dengan bulan Juni 2021, ekspor dari Sulawesi Tengah selama 1 semester mencapai US$ 5.190,00 juta. Selama periode tersebut, kelompok besi dan baja mendominasi pangsa ekspor senilai US$ 4.546,48 juta atau 87,60 persen dari total ekspor dan bahan bakar mineral senilai US$ 471,92  juta  (9,09  persen).  Sementara  itu,  kontribusi  ekspor  kelompok  komoditas  lainnya  terhadap total ekspor masing-masing di bawah 3,00 persen.

Baca juga : Pengukuhan IKA Untad Periode 2021-2025, Bupati Parimo: Harus Saling Mengisi Dalam Pembangunan Parimo

Dari sisi makro ekonomi yang lain, pertumbuhan PDRB Sulawesi Tengah terus bergerak di atas angka rata-rata pertumbuhan nasional. Bahkan pada saat provinsi lain banyak yang mengalami resesi karena pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah justeru sangat mengesankan. Pada triwuan 2-2021, ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan PDRB tumbuh 15,39 persen dibandingkan dengan triwuan 2-2020. Angka pertumbuhan ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan ekonomi nasional yang tumbuh 7,07 persen.

Di sisi yang lain, di saat perekonomian sangat ekspansif angka kemiskinan relatif tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2014, persentase penduduk miskin sebesar 13,93 persen, turun menjadi 13,00 persen pada Maret 2021. Meskipun demikian, angka tersebut lebih tinggi daripada Maret 2020 yang sebesar 12,92 persen. Angka kemiskinan ini juga lebih tinggi dari angka nasional yang turun dari 11,25 persen pada tahun 2014 menjadi 10,14 persen pada Maret 2021.

Perekonomian yang sangat ekpansif tentu saja berdampak pada pewarisan potensi ekonomi di masa depan. Pada saat penduduk makin bertambah, eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui yang dilakukan secara ekspansif mengakibatkan cadangan yang semakin menipis. Selain itu, dampak kerusakan lingkungan akibat ekspoitasi jika tidak ditangani dengan baik dapat meninggalkan jejak yang lebih buruk.

Jika pada saat perekonomian begitu ekpansif, kemiskinan seakan berjalan di tempat, bagaimana jika potensi ekonomi semakin tipis? Tentu saja mewariskan kemiskinan bukan sesuatu yang diharapkan.

Banyak pilihan yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan. Tidaklah bijak jika sekedar bangga dengan pertumbuhan yang tinggi, tapi dengan mewariskan kemiskinan. Sebaliknya juga tidak tepat dengan hanya mempertahankan pemerataan pendapatan tanpa pertumbuhan yang berarti.

Demikian pula tentu banyak pihak yang berperan dan bertanggung jawab. Tetapi paling tidak, koordinasi yang intensif perlu terus dilakukan khususnya antara pengambil kebijakan, horizontal maupun vertikal, baik di pusat maupun daerah, sehingga tanah yang kaya raya tidak mewariskan generasi yang miskin.

 

*) Penulis adalah Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Tengah.