Scroll Untuk Membaca Artikel

DimensiZONA Parigi Moutong

Pantang Mundur

115
×

Pantang Mundur

Sebarkan artikel ini
Anggota DPRD Sulteng, Ibrahim A Hafid saat beristirahat di Jembatan Batas Desa Lombok dan Taipa Obal, Kecamtan Tinombo. Foto : Zona Sulawesi

Parigi Moutong, Zona Sulawesi – Matahari perlahan mulai meninggi, waktu menunjukan pukul 09.30 Wita, saat itu tepat berada di kediaman Ketua Yayasan Jabal Khair, Mohammad Rajab, rumahnya di Desa Tinombo, Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Setengah jam sebelumnya Anggota DPRD Sulawesi Tengah dari Fraksi Partai Nasional Demkrat (NasDem), Ibrahim A Hafid disuguhkan kopi hitam, tentunya tanpa gula. Anggota legislatif itu tidak sendiri, ia ditemani oleh pengurus Yayasan Jabal Khair yang bergerak dalam Pembinaan Mualaf. Dalam pembinaan itu punya bidang tersendiri yaitu Peduli Mualaf, pengurusnya bernama Muhlis dan Riskan.

Tak ketinggalan dua orang ojek khusus. Disebut khusus karena mereka berdua hanya melakukan  pengantaran penumpang ke wilayah pegunungan dengan motor yang telah dimodifikasi untuk mendaki di pegunungan.

Setelah semua perlengkapan telah siap. Perjalanan sejauh 18 kilometer dimulai. 3 motor trail dan 2 motor ojek saling beriringan menuju kampung mualaf tepatnya di Dusun Babong, Desa Lombok Barat, Kecamatan Tonimbo.

Suara knalpot seakan saling bersahutan saat perjalanan mulai menanjak. Saat itu kondisi jalan berlumpur, sebab semalam di guyur hujan deras. Dengan demikian, menjadi tantangan yang cukup berat. Tapi tidak bagi putra kelahiran Desa Bobalo itu. Gunung dan Ibrahim A Hafid bagai dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

Memiliki latar belakang yang sebelumnya pernah aktif di Organisasi Pencinta Alam (KPA) REMAPPALA pada tahun 1993-1999, gunung adalah rumah kedua untuk Ibrahim A Hafid. Terlebih lagi, ia juga pernah aktif di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah dan pernah menjabata sebagai Direktur pada 2003-2005. Maka tak perlu heran jika ia begitu menikmati perjalanan sewaktu itu.

Baca juga : Singking, Permainan Tradisional Lauje yang Hampir Punah

Sejauh 9 kilometer, Mohammad Rajab menghentikan motornya di Jembatan Batas Desa Lombok dan Taipa Obal. Desiran air sungai seolah menyambut kedatangan mereka. Terlihat Ibrahim A Hafid mengambil sebungkus rokok Gudang Garam Mini yang merupakan rokok andalannya. Begitupun dengan Ketua Yayasan Jabal Khair bersama pengurus dan dua orang ojek yang masing-masing menikmati rokok mereka. Dalam peristerahatan itu dua batang rokok menjadi kode untuk melanjutkan perjalanan.

“Pak (Ibrahim A Hafid) jadi jalan dari sini sudah mulai menanjak dan pasti berlumpur,”ungkap Mohammad Rajab kepada Ibrahim A Hafid.

Lelaki yang sudah berusia 50 tahun itu pun menjawab “Pantang mundur,”imbuhnya.

Kata itu dilontarkan Ibrahim A Hafid dengan senyuman kepada Abd Rajab. Pantang mundur adalah sebuah ungkapan tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala sesuatu. Sesulit apapun keaadan akan selalu diterima.

Barangkali sedikit aneh. Kenapa seorang anggota dewan harus capek-capek pergi ke pegunungan yang jaraknya tidak dekat. Tetapi, itulah ciri khas Ibrahim A Hafid. Jauh sebelum terpilih menjadi Anggota DPRD Sulteng dari Daerah Pemilihan Kabupaten Parigi Moutong pertamakali di tahun 2014, ia kerapkali melakukan pendampingan terhadap masyarakat di pegunungan dan pesisir. Label aktivis yang disandang olehnya mengambarkan bahwa Ibrahim A Hafid begitu akrab dengan masyarakat yang terimarginalkan.

Gas motor mulai ditarik diawal pendakian, perjalanan dilanjutkan. Jalur pegunungan yang terjal tak menyurutkan semangat Ibrahim A Hafid. Meski sesekali terlihat ia mendorong motor ojek karena tertahan lumpur. Ia turut membantu agar motor ojek keluar dari hambatan, disaat itu ia tidak memakai jabatannya sebagai seorang yang terhormat tapi ia menganggap dirinya bagian dari masyarakat, sehingga lelaki tiga orang anak itu tak segan-segan untuk mendorong motor.

Saat memasuki Desa Lombok Barat, pandangan Masyarakat Adat Lauje tertuju kepada Ibrahim A Hafid dan pengurus Yayasan Jabal Khair bahkan ada yang buru-buru membuka pintu rumahnya untuk sekedar melihat ada apa ramai-ramai diluar. Di desa itu Mohammad Rajab juga harus berhenti karena motor trail yang dikendarainya mengalami  kerusakan, sekitar 15 menit lamanya, seusai membetulkan motor Ketua Yayasan Jabal Khair itu perjalanan berlanjut. Sebab, saat itu tepat di hari Jumat, sehingga perjalanan ditargetkan sampai sebelum waktu sholat Jumat.

Belasan kilometer telah dilalui, sampailah di Masjid Ar-Rahman, Dusun Babong. Di masjid itulah sebanyak 27 Kepala Keluarga (KK) yang telah menjadi mualaf dibina oleh Peduli Mualaf. Terlihat mualaf begitu antusias menyambut kedatangan Ibrahim A Hafid dan Mohammad Rajab.

Nampak, para mualaf yang mengunakan peci dan sarung berbondong-bondong datang ke masjid untuk bersiap-siap melaksanakan sholat Jumat. Selesai sholat Jumat percakapan dimulai yang dibuka langsung oleh Ketua Yayasan Jabal Khari, Mohammad Rajab. Terlebih dahulu, Mohammad Rajab memperkenalkan sosok Ibrahim A Hafid yang terpilih kembali sebagai Anggota DPRD Sulteng pada tahun 2019 hingga sekarang.

“Jadi saat ini kita kedatangan seorang anggota DPRD Sulteng, bapak Ibrahim A Hafid. Harapannya dengan kesatang beliu disini dapat membawa aspirasi masyarakat di Dusun Babong. Karena beliu bisa melihat sendiri bagaiamana kondisi masyarakat di Dusun Babong ini,”ujarnya.

Bahkan. Mohammad Rajab mengaku, kedatangan Anggota DPRD Sulteng di Dusun Babong merupakan suatu sejarah bagi masyarakat setempat. Pasalnya, belum pernah sekalipun Anggota DPRD Sulteng yang berkeinginan menginjakan kakinya di pegunungan khususnya di Dusun Babong.

“Alhamdulillah, hari ini merupakan catatan sejarah bagi masyarakat Dusun Babong, di mana salah satu perwakilan masyarakat di DPRD sempat mengunjungi tempat ini yang jaraknya kurang lebih 18 kilometer dari dataran,”ucapnya.

Sementara itu, saat  ditanyakan seperti apa rasanya perjalanan ke Dusun Babong, Ibrahim A Hafid mengatakan, “luar biasa”cetusnya.

Apalagi, kata dia, dengan pekerjaan Masyarakat Adat Lauje di pegunungan sebagai petani dan harus menjual hasil pertanian mereka di Kecamatan Tinombo merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Ibrahim A Hafid juga mengaku, dirinya baru pertamakali menginjakan kaki di Dusun Babong dan untuk sampai di tempat itu menurutnya membutuhkan perjuangan.

“Saya baru kali ini sampai ke Dusun Babong. Saya kira untuk sampai ke sini butuh perjuangan,”tandasnya.