Palu, Zona Sulawesi – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Tadulako (Untad) Palu, Sulawesi Tengah Prof. Dr. Muhammad Khairil menepis tudingan terkait sejumlah tulisan miliknya yang dimuat penerbit predatoris. Pernyataan itu dilontarkan Ketua KPK Untad, Prof. Djayani dalam salah satu media online.
“Walau sejujurnya memang saya harus akui bahwa saya terusik di atas opini yang ditulis oleh Prof. Djayani. Orang yang sudah cukup lama saya kenal. Saking saya kenalnya beliau ini, sampai saya ragu, betulkah yang menulis pendapat ini beliau. Macam ada rasa tidak percaya tapi ya sudahlah karena yang tertulis di situ penulisnya Prof. Djayani, saya paksa diri saya untuk coba percaya,”ujar Prof. Dr. Muhammad Khairil kepada Zona Sulawesi belum lama ini.
Namun, Prof. Khairil sapaan akrabnya tidak ingin menanggapai pernyataan tersebut secara berlebihan. Sebab, baginya seiring waktu akan terbukti juga siapa sebenarnya dibalik tulisan tudingan yang menyasar ke dirinya. Karena, kata dia menyikapi persoalan seperti ini perlu mengedepankan asas praduga tak bersalah sehingga tidak menimbulkan fitnah baru.
“Nah ini kenapa saya ragu bahwa artikel opini ini ditulis oleh seorang Prof. Djayani. Sekedar jadi catatan bahwa istilah predatoris itu sudah tidak digunakan lagi. Menarik tulisan Prof. Burhanuddin Sundu yang di share di salah satu grup WA, ia mengatakan begini Kritik dan Gugatan kemudian bermunculan baik dari pihak peneliti, jurnal maupun dari pihak publisher. Gugatan dan kritik itu tidak hanya ditujukan kepada Jeffrey Beall, tetapi juga ke Institusi dimana Jeffrey Beall bekerja. Kritik itu hadir dengan beragam argumentasi mulai dari issue transparansi data yang diperoleh hingga terminology predator yang digunakan,”jelasnya.
“Klimaks dari kritik dan gugatan itu adalah munculnya beberapa publisher yang siap menggugat Jeffrey Beall ke meja hijau dengan tuntutan milyaran dollar. Akhirnya, pada tanggal 17 Januari 2017 Blogspot Jeffery Beall ditutup secara resmi,”lanjutnya.
Prof Khairil kembali menerangkan,bahwa Prof Burhanuddin Sundu juga menuliskan bahwa “tidak jelas, apa yang melatari penutupan blogspot itu”. Berbagai spekulasi muncul, mulai dari kekuatiran akan dimeja hijaukan hingga desakan dari pihak institusi dimana Jeffery Beall bermarkas. Bahkan seorang dosen dari Fapetkan Untad memberanikan diri mengirim email langsung ke Jeffery Beall beberapa hari setelah blogspot itu lenyap, untuk menanyakan alasan penutupan blogspotnya. Jawaban yang diterima adalah karena institusi dibombardir dengan desakan desakan dari berbagai publisher untuk menutup blogspot tersebut.
“Logikanya kalau Jeffery Beall saja sudah menutup blogspot tentang jurnal predator, lalu sumber data kita dari mana ? Setahu saya pun kementerian sendiri sudah lama tidak memberikan informasi tentang data terbaru jurnal yang dikategorikan predator,” terangnya.
Menurut Prof Khairil, dalam proses kenaikan pangkat, khususnya ketika artikel ilmiah pada jurnal international itu ditolak, maka salah satu alasannya adalah bahwa artikel saudara terbit di jurnal International yang Coverage Discontinued in Scopus. Discontinue dalam penolakan sebuah artikel artinya jurnal tidak lagi terindeks scopus. Itu berarti bahwa jurnal diakui sebagai jurnal International tidak bereputasi. Artinya lagi, artikel semacam itu belum memenuhi syarat khusus dalam pengusulan jabatan Guru Besar.
“Memang tidak salah. Seperti halnya kalau kita punya artikel yang terbit di jurnal tidak terakreditasi, apa yang salah. Nah sekarang, saya kasih contoh. Saya punya artikel terbit di Jurnal Information, Jepang dengan judul Mass Media Coverage on Terrorism in Order to Achieve Peace and Justice According to the World Agenda of Sustainable Development Goals (SDGs) dengan ISSN: 1343-4500, eISSN: 1344-8994, Volume 20 No 7A 2017. Saat artikel ini terbit masih terindeks scopus namun saat pengusulan Guru Besar, jurnal ini discontinue. Pertanyaannya, apakah artikel saya salah terbit di Jurnal ini ? Apakah ketika jurnal information discontinue, itu saya yang salah ? Tidaklah bijak, andai kita menemukan satu kesalahan seolah semua menjadi salah,”bebernya.
Oleh karena itu, Prof Khairil menyimpulkan, penulis itu tidaklah hina, tidaklah salah apa lagi seolah olah harus dihukum hanya karena mereka punya jurnal tidak bereputasi. Ini sah sah saja.
“Apanya yang salah ? Kementerian saja mengakui artikel dalam jurnal International tidak bereputasi, terus mereka ini siapa dan punya kuasa apa menyalahkan jurnal kami yang sudah terbit ?,” tanyanya.
Intinya, lanjut Prof Khairil, jurnal itu akan dinilai oleh tim angka kredit baik di tingkat Fakultas, Universitas hingga di Kementerian. Bukan dinilai di warung kopi Cs. Apalagi penilian yang didasarkan pada hasil subjektivitas kelompok tertentu dengan maksud menjatuhkan orang lain. Lebih miris dan ironis, bahkan ada rasa risih dan malu, andai yang seolah olah melakukan penilaian ini adalah orang yang mohon maaf terbatas artikel yang dipublikasi. Parahnya lagi, sudah lama tidak naik pangkat karena tidak punya artikel yang dipublikasi.
Prof Khairil menganggap masih banyak masalah yang perlu dicarikan solusi bersama dengan saling membantu dan mendukung untuk bisa mendorong dosen-dosen Untad yang sudah lama belum naik pangkat.
“Kita petakan, lalu melakukan identifikasi ada apa belum naik pangkat dan kita dampingi bersama sehingga bisa naik pangkat. Ini akan sangat mempengaruhi dalam peningkatan reakreditasi institusi kita. Bagi saya inilah bentuk kepedulian kita terhadap kampus yang kita cintai bersama,”imbuhnya.
“Mari untuk tidak dan terus saling menyalahkan. Energi kita kalau kita satukan bersama untuk membangun kampus ini akan jauh lebih bermanfaat. Banyak yang masih harus kita benahi di kampus ini,” lanjut Prof Khairil.
Prof Khairil juga mengajak, untuk menjadi contoh dan teladan, agar terjalin harmonisasi meski harus berbeda perspektif dan pilihan.
“Indahnya hidup ini andai kita bisa saling memberi manfaat. Damai rasanya saat ketemu lalu berbagi senyum bukan malah kebencian. Kita hidupkan atmosfir dialektika akademik dalam tutur santun yang sejuk. Sungguh sebuah anugerah andai kita bisa saling memudahkan orang lain, bukan malah bahagia diatas kesulitan orang lain. Semakin kita memudahkan orang lain maka yakinlah banyak hal yang akan memudahkan juga hidup kita,”pungkasnya.
Prof Khairil mengutarakan, terkait tuduhan telah menjiplak secara utuh artikel Richard Donegan berjudul: Bullying and Cyberbullying: History, Statistics, Law, Prevention and Analysis, dalam The Elon Journal of Undergraduate Research in Communications Vol. 3, No. 1 Spring 2012, halaman 39-40, Padahal, kata dia, mulai dari judul, abstrak, isi hingga kesimpulan itu sangat jauh berbeda dari tuduhan tersebut.
“Bahwa saya mengutip sebagian dari artikel Richard Donegan sebagai bagian dari isi artikel saya dengan mencantumkan sumber kutipannya, maka itu namanya bukan plagiasi tapi sitasi,”ucapnya.
Prof Khairil berharap, kedepannya tidak ada lagi yang saling menyalahkan apalagi kalau hanya selalu mencari-cari kesalahan orang lain. Harusnya lebih produktif untuk menghasilkan sebuah artikel. Akan tetapi, karena hanya mencari-cari kesalahan dan hanya menuliskan kesalahan orang, malah waktu dan umur akhirnya berlalu sia-sia sampai usia jelang pensiun.
“Sebaliknya kita saling mendukung dan mendorong, membangun spirit kebersamaan untuk kita bisa seiring sejalan. Tidak untuk saling menyalahkan dan menyakiti, lebih pada kita saling mengingatkan untuk kebaikan bersama,” tutupnya. **
(TIM)