Scroll Untuk Membaca Artikel
banner 970x250
ZONA Lauje

Labong Nuada atau Labonguada

1117
×

Labong Nuada atau Labonguada

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi rumah adat di layar laptop. Foto : Aris Arianto

Oleh: Aris Arianto

Zona Sulawesi – Ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh kosakata bahasa daerah agar diterima menjadi kata serapan bahasa nasional. Kriteria yg dimaksud adalah; unik (memiliki makna yang belum ada dalam bahasa Indonesia), eufonik (enak didengar dan mudah dilafalkan), kaidahnya mirip dengan bahasa Indonesia (pengimbuhan dan kemajemukan), tidak berkonotasi negatif, dan kerap dipakai di beberapa wilayah.

Ketika saya bersama teman-teman dari etnis Lauje berdiskusi dalam kegiatan lokakarya hasil invetarisasi kosakata bahasa Lauje yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Sulawesi Tengah pada bulan September 2022, kosakata “labong nuada” sempat diusulkan menjadi calon kata serapan. Kala itu, penulisannya didasarkan pada terjemahannya sehingga ditulis terpisah, yaitu “labong” (rumah) dan “nuada” (adat).

Saya kembali menyarankan penulisan “labong nuada” yang berasal dari dua kata, “labong” dan “nuada” digabung menjadi satu kata yaitu “labonguada”. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam rekomendasi kosakata Labonguada.

Pertama, Labonguada dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “rumah adat”. Dua kata, “rumah” dan “adat” menjadi satu kata dalam bahasa Lauje, labonguada. Sayangnya, labonguada sudah memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia yaitu balairung. Sehingga tertutup peluang kosakata labonguada menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia.

Kedua, makna Labonguada adalah nama dari rumah adat suku lauje. Dari makna tersebut, kosakata Labonguada berpeluang menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia, seperti Gadang (rumah adat Minangkabau), Joglo (rumah adat Jawa), atau Tambi (rumah adat kaili), yang sudah ada sebelumnya.

Penelusuran pada beberapa referensi, saya menemukan rumah adat suku lauje dinamakan Yelelumut. Istilah ini masih diragukan, karena sumber lain menjelaskan bahwa Yelelumut dimaknai sebagai nama nenek moyang dari suku Lauje, kemudian mengalami perkembangan makna menjadi nama lembaga adat suku Lauje.

Sumber terpercaya adalah hasil penelitian dari Nur Halifah, Efendi dan Akhmad Syam (2019), yang mengemukakan bahwa nama Yelelumut merupakan tokoh cerita dalam Mite, yang berjudul Saemandulang dan Yelelumut. Yelelumut sendiri merupakan anak perempuan yang ditemukan di atas lumut di pinggir kali (Jurnal Kreatif Online Volume7 Nomor 2).  Atas dasar tersebut, penamaan Yelelumut sebagai rumah adat suku Lauje perlu ditinjau kembali karena Yelelumut memiliki makna ganda atau ambigu.

Dari sisi penulisan kata, apakah ditulis  “Labong Nuada” atau “Labonguada”, saya menyarankan ditulis dalam satu kata. Kosakata Labonguada memenuhi kriteria atau syarat untuk menjadi kata serapan. Selain penglafalan kata “Labonguada” lebih mudah diucapkan, juga menjadi nama ikonik rumah adat lauje yang sudah dikenal dalam etnis Lauje.

Tulisan ini sekadar opini saya, tentu saja tidak luput dari unsur subyektivitas. Perlu riset dan diskusi yang berkesinambungan agar penentuan kosakata dari bahasa Lauje menjadi kata serapan bahasa Indonesia tidak menjadi perdebatan yang memicu konflik internal di etnis Lauje.

Penulis Buku “Dari Bilik Kelas Hingga ke Negeri Kanguru”       

Baca juga : PESE OMPONG