Scroll Untuk Membaca Artikel

ZONA Nasional

KemenPPPA Komitmen Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

142
×

KemenPPPA Komitmen Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Foto : Istimewa

Tangerang, Zona Sulawesi – Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang berperspektif korban.

“Peraturan perundang-undangan tersebut, yakni UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),”ujar Pribudiarta Nur Sitepu dalam rapat koordinasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, di Kabupaten Tanggerang, Rabu (14/9/2022).

Namun, Pribudiarta lebih lanjut menjelaskan, ketidaksetaraan gender yang saat ini kerap terjadi mengakibatkan perempuan dan anak masih sangat rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan.

Menurutnya, berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan secara umum, sebesar 26,1 persen perempuan masih mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir, meningkat dari 4,7 persen pada 2016 menjadi 5,2 persen pada 2021.

Selanjutnya, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 juga menunjukkan sebanyak 34 persen anak laki-laki dan 41,05 persen anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

Kondisi ini tentu sangat membutuhkan perhatian seluruh pihak mengingat separuh dari potensi sumber daya pembangunan ada pada perempuan (49,4 persen) dan anak sebesar 31 persen sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik.

Pribudiarta menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah isu dan upaya strategis dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak, yakni menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kemudian, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya, menyediakan layanan yang mudah, aman, dan nyaman serta koordinasi dan sinergi pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Salain itu, kata dia, pihaknya jua akan melakukan manajemen penanganan kasus yang cepat, terintegrasi, dan komprehensif, memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak melalui pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Kemen PPPA juga akan menyediakan dan mengembangkan layanan pengaduan yang mudah dijangkau, cakupan luas, aman, dan nyaman bagi korban melalui layanan SAPA 129 yang akan dikembangkan ke provinsi. Selanjutnya, menyediakan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional (implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA). Terakhir yaitu menyediakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF).

Sementara itu, Kepala Pusat Perencanaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Djoko Pudjirahardjo menjelaskan, sejumlah tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, yakni ego sektoral di pemerintah pusat.

Akibatnya terjadi kelemahan koordinasi penanganan kasus perempuan dan anak oleh pemerintah daerah. Di mana terdapat tumpang tindih kewenangan dalam internal maupun eksternal lembaga penyelenggara perlindungan perempuan dan anak di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bahkan, belum terintegrasinya data antara para pemangku kepentingan perlindungan perempuan dan anak, serta ketersediaan dukungan anggaran masih belum optimal dan belum menjadi prioritas.

“Koordinasi dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak merupakan hal yang diperlukan mengingat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak bersifat lintas sektoral dan multidimensi sehingga berpotensi menemui kendala. Untuk itu diperlukan pembagian peran yang jelas antar stakeholder,” tegasnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaaan Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menerangkan, upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tentu merupakan upaya yang harus dilakukan secara bersama-sama dan perlu melibatkan banyak pihak, baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah.

“Diperlukan upaya konvergensi dan pembagian peran antara Kementerian atau Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Media Massa, dan Masyarakat. Selain itu, penting pula memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak kita,” tuturnya.***

Baca juga : Desa Jangan Takut Mandiri