Scroll Untuk Membaca Artikel

ZONA Hukum

PN Pasangkayu Lakukan Pemeriksaan Setempat, Berikut Kronologi Soal Sengketa Lahan Bekas Bioskop di Desa Tampaure

97
×

PN Pasangkayu Lakukan Pemeriksaan Setempat, Berikut Kronologi Soal Sengketa Lahan Bekas Bioskop di Desa Tampaure

Sebarkan artikel ini

Pasangkayu, Zona Sulawesi — Sengketa tanah bekas bioskop di Desa Tampauere, Kecamatan Bambaira, antara Gozal Karyono (penggugat) dan Amanudin (tergugat I) dan Bahtiar (tergugat II) telah di lakukan pemeriksaan setempat oleh PN Pasangkayu, Kamis (14/9/2023).

Setelah pemeriksaan setempat dinyatakan selesai, sidang lanjutan akan digelar pada 21 September 2023 dengan agenda pemberian keterangan saksi dari pihak penggugat

“Sidang akan kita tunda hingga hari Kamis (21 September 2023) pukul 10.00 Wita, dengan toleransi waktu 30 menit,” ujar Ketua Majelis Hakim Narendra Aryo Bramastyo.

Sementara itu, Kuasa Hukum Gozal Karyono, Moh Fadly dari Kantor Hukum Tepi Barat and Associates menyebut perkara sengketa ini bermula ketika kliennya membeli sebidang tanah dari seorang warga bernama Hasan.

Tanah dengan luas 70 x 30 meter ini dibeli Gozal pada 6 Juli 1994 seharga Rp1,8 juta. Pembelian tersebut dibuktikan dengan Surat Keterangan Peralihan Atas Jual Beli Tanah yang dibuat di hadapan Kepala Dusun Tampaure dan Kepala Desa Bambaira.

Setelah itu, Gozal mendirikan bioskop di atas tanah yang dibelinya dan mendapat persetujuan Kepala Dusun Tampaure dan Kepala Desa Bambaira.

Namun pada akhir tahun 1995, penggugat terpaksa menutup usaha bioskop tersebut karena keterbatasan sumber daya manusia dan harus mengelola usaha di Palu.

Setelah 15 tahun tanah bekas bioskop itu terbengkalai, Sekitar tahun 2010 tergugat I (Aminuddin) menanami tanah objek sengketa dengan kelapa sawit dan mengklaim bahwa tanah itu miliknya. Kemudian menjual sebagian tanah tersebut kepada tergugat II (Bahtiar).

Fadly menjelaskan, setelah klienya mengetahui hal itu, penggugat kemudian menyuruh seseorang untuk menegur tindakan dari Aminuddin (tergugat I) namun tidak ada yang berani.

Karena penggugat juga masih punya kesibukan di palu, sehingga sawit yang ditanam Aminuddin (tergugat I) di tanah bekas bioskop tersebut tumbuh selama 5-6 tahun.

Maka dari itu, Fadly menganggap perbuatan para tergugat merupakan tindakan melawan hukum karena secara tidak sah menguasai dan memanfaatkan tanah yang merupakan milik penggugat tanpa izin.

Sementara itu, Hasan sebagai orang yang menjual tanah tersebut kepada Gozal mengaku siap menjadi saksi dalam persidangan.

“Saya siap (jadi saksi). Tanah itu saya punya, saya beli juga. Namun karena anak saya tidak bangun rumah, jadi saya minta ambil kembali saja, tapi yang punya tanah bilang jual saja, makanya tanah ini saya jual ke Gozal,” tutur Hasan.

Sementara itu, tergugat I maupun tergugat II dalam dalam eksepsi dan jawabannya menganggap gugatan Gozal tidak jelas, serta kurang pihak.

Pertama, pihak tergugat mempertanyakan bukti dasar kepemilikan Hasan yang menunjukkan tanah yang dijualnya kepada penggugat merupakan miliknya.

“Harus mempunyai bukti dasar kepemilikan, apakah bukti tersebut berupa bukti keterangan penguasaan, bukti IPEDA ataupun bukti-bukti lainnya yang menunjukkan bahwa tanah yang dijualnya kepada penggugat tersebut adalah benar miliknya dan bukan milik orang lain,” mengutip isi eksepsi dan jawaban tergugat.

Selain itu, dalam surat gugatan penggugat, tergugat tidak menemukan Hasan sebagai pihak dalam perkara a quo, baik sebagai tergugat maupun sebagai turut tergugat.

Padahal, kehadiran Hasan M adalah sangat penting guna membuat terang benderangnya duduk perkara a quo.

Selanjutnya dalam pokok perkara, para tergugat menolak semua dalil yang diajukan oleh penggugat kecuali apa yang diakui secara tegas oleh tergugat.

Tergugat I mengklaim sebagai pemilik dari objek sengketa yang didapatkan dari warisan orang tuanya yang bernama M Jafar.

Hal ini berdasarkan KOHIR nomor: 6 sebagaimana tercantum dalam bukti IPEDA nomor: 002119 dan Bukti IPEDA nomor: 002128 yang kemudian diperbaharui menjadi KOHIR nomor: 00000000176CIA.

Dengan demikian, adalah merupakan hak dari tergugat I untuk mengalihkan objek sengketa kepada siapa saja termasuk kepada tergugat II sepanjang tidak ada keberatan dari saudara-saudara tergugat I selaku para ahli waris lainnya.