Scroll Untuk Membaca Artikel

ZONA EkonomiZONA Kota Palu

Walhi Sulteng Dorong Pemerintah Evaluasi Seluruh Perizinan Tambang di Sulteng

372
×

Walhi Sulteng Dorong Pemerintah Evaluasi Seluruh Perizinan Tambang di Sulteng

Sebarkan artikel ini
Alat berat sedang bekerja di salah satu lokasi pertambangan. Foto : Walhi Sulteng

Palu, Zona Sulawesi – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) mendorong pemerintah mengevaluasi seluruh perizinan tambang di Sulteng.

“Pasalnya, kekacauan dalam pemberian izin tambang di telah menghadirkan banyak dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat, seperti perampasan lahan-lahan rakyat, kriminalisasi, hingga pencemaran lingkungan hidup tidak mampu dihindari,”kata Pengkampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim dalam press rilisnya, Kamis (03/02/2022).

Ia mengatakan, ditengah upaya rakyat mempertahankan ruang-ruang hidupnya, pemerintah nampaknya justru membuka jalan lebar bagi para pelaku-pelaku bisnis tambang, dalam upaya memperkuat dominasi penguasaan ruang produksi yang sangat berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan hidup di Sulawesi Tengah.

Menurutnya, wacana membuka seluas-luasnya peluang investasi di Sulawesi Tengah tidak hanya diarahkan untuk kepentingan pendapatan daerah ataupun penyerapan tenaga kerja saja. Tentunya kedua hal tersebut, bagi Aulia, tidak dapat dinafikan. Akan tetapi, kata dia, konsekuensi negatif dari keberadaan perusahaan tambang juga harus menjadi prioritas untuk diselesaikan karena yang selalu merasakan dampak buruknya adalah masyarakat bukan pengusaha.

Selain itu, Aulia menjelaskan dengan hadirnya Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba, yang menimbulkan berbagai masalah, seperti pada Pasal 162 yang menyatakan tentang masyarakat yang menggangu aktifitas pertambangan dalam bentuk apapun dapat dipidana, hingga denda sebesar 100 juta rupiah, juga risiko masyarakat menanggung seluruh dampak akibat kerusakan lingkungan, bagaimana tidak perusahaan yang terbukti telah melakukan perusakan lingkungan dan tidak melaksanakan reklamasi atau kegiatan pasca tambang, tetap bisa memperpanjang kontrak selama dua kali sepanjang 10 tahun lamanya.

Baca juga : BKKBN Sulteng Target WBBM di 2022

“Seiring munculnya virus Omnimbus Law yang disahkan di penghujung tahun lalu melalui UU No.11 Thn 2020 tentang Cipta Kerja atau biasa disebut Cilaka yang dinilai inkonstitusional, mengakibatkan lemahnya delegasi penerbitan persetujuan lingkungan yang kemudian diubah hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat saja, seperti dalam Pasal 63 ayat (1) huruf y dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup. Serta partisipasi masyarakat dalam pembuatan Analisis Dampak Lingkungan dipangkas, sebelum ada UU Cilaka keterlibatan masyarakat dan pemerhati lingkungan diutamakan, sekarang yang diatur dalam UU tersebut hanya masyarakat terdampak saja yang dilibatkan,”terangnya.

Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah kini menjadi keran cuan bagi para oligarki, sehingga konsekuensinya, kata Aulia, warga Sulteng harus menanggung setengah juta hekatare deforestasi hutan, ditambah lagi ancaman kerusakan laut akibat ambisi pemerintah membangun pabrik bahan baku kendaraan listrik yang mengakibatkan sekiranya 25 juta ton limbah tailing nikel bakal dibuang ke laut Morowali.

Berdasarkan laporan WALHI Sulteng hingga tahun 2021 Sulteng memiliki sebaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan jumlah total 1.150 izin, masing-masing adalah pertambangan mineral logam dan batuan yang tersebar di 13 Kabupaten dan Kota. Hal Ini menandakan bahwa Sulteng sedang dalam kepungan industri-industri ekstraktif.

“WALHI Sulteng menyarankan kepada Gubernur Sulawesi Tengah sebaiknya lebih mendahulukan perbaikan-perbaikan tata kelola Sumber Daya Alam. Sebagai langkah awal Gubernur mengevaluasi seluruh perizinan perusahaan tambang
maupun perkebunan sawit di Sulawesi Tengah,”ujar Aulia.

Sebagimana pengamatan WALHI Sulteng, Aulia menyatakan, dua sektor usaha tersebut yang paling banyak menyumbang masalah-masalah lingkungan serta konflik agraria di pedesaan.

“Harapannya masalah-masalah buruknya tata Kelola Sumber Daya Alam serta maraknya konflik agraria di Sulteng dapat menjadi prioritas Gubernur untuk diselesaikan. Bukan justru tutup mata dan lebih mengarah pada kepentingan para pemodal daripada menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat,”tandasnya.***

 

Walhi Sulteng