Palu, ZonaSulawesi.id – Calon Wali Kota Palu nomor urut 1 Dr Hidayat MSi-Andi Nur B Lamakarate yang akrab disebut ‘Handal’ menanggapai pernyataan pasangan calon (paslon) nomor urut 2 terkait restribusi yang saat ini ia terapkan selaku wali kota Palu periode 2021-2024, karena terkesan seperti praktek Pungli ke masyarakat.
Dalam debat kandidat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Palu Senin, 21 Oktober 2024 kemarin, Hadianto Rasyid menjelaskan pihaknya terus melakukan pungutan retribusi sampah baik rumah tangga maupun tempat usaha. Meski terus ia galakan tetapi belum semua tertunaikan oleh masyarakat sehingga target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan retribusi tersebut belum sesuai harapannya. Begitu pula dengan sektor PAD lainnya.
“Kedepan, untuk memaksimalkan PAD kami akan menggunakan Digitalisasi. Untuk setiap areal akan dipasang Closed Circuit Televison (CCTV) atau kamera pengawas agar bisa diketahui masuk-keluar kendaraan yang menggunakan jasa parkir,” katanya.
Sektor PAD seperti retribusi sampah, diketahui besaran nilai retribusi yang dikenakan kepada masyarakat bervariatif. Dari Rp.10.000 hingga Rp.85.000, dengan rincian tipe rumah tangga permanen bertingkat sebesar Rp.85.000 per bulan, tipe rumah permanen Rp.65.000, tipe rumah semi permanen Rp.35.000 dan tipe rumah darurat sebanyak Rp.10.000 per bulan, sesuai Perwali Nomor 18 tahun 2022 tentang perubahan Perwali nomor 17 tahun 2021 tentang perubahan atas Retribusi Jasa Umum.
“Belum capai target perolehan retribusi sampah itu,” urai Hadianto.
Dr Hidayat MSi selaku paslon nomor urut 1 yang menyimak jawaban sekaligus pernyataan paslon nomor urut 2 terkait pertanyaannya, menyoal mengenai banyaknya beredar ditengah masyarakat, bukti iuran retribusi sampah yang digalakan pemkot sebagai upaya menaikan PAD Kota Palu dan akan bertransformasi ke digital oleh Hadianto, yang tidak sesuai aturan dan terkesan hal itu sebagai praktek pungli.
Menurut Hidayat, bagaimana mau penerapan digitalisasi, sedangkan saat ini pungutan retribusi sampah yang dilakukan masih menggunakan kwitansi asal-asalan berupa kertas yang di foto kopi bahkan ada yang menggunakan cetakan kwitansi seperti yang dijual di toko-toko penyedia Alat Tulis Kantor (ATK).
“Bagaimana mau beralih ke digitalisasi, ini saja masih menggunakan kwintasi biasa,” tegas Hidayat sambil memperlihatkan kwitansi model kertas biasa saat debat kemarin sambil minta disorot oleh stasiun televisi yang menayangkan siaran langsung debat tersebut.
Hidayat menguraikan, dirinya bukannya menggurui, bahwa seharusnya setiap pajak atau retribusi resmi seharusnya menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) dari dinas Pendapatan Daerah sebagai bukti bahwa setoran tersebut sudah masuk ke Rekening Kas Daerah, sesuai Undang-undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas undang-undang republik Indonesia nomor 18 tahun 1997 tentang pajak dan retribusi.
Ia juga menyoroti, jika memang restribusi sampah itu sesuai Perwali, maka kwitansinya bukan berupa kwitansi iuran retribusi sampah biasa, baik dari kelurahan atau model lainnya seperti yang sudah dilakukan selama 2 tahun terakhir.
Seharusnya, Dinas Pendapatan Daerah mengeluarkan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) yang dilaksanakan Dinas Lingkungan Hidup untuk melaksanakan tagihan sesuai perwali tersebut.
“Tapi nyatanya, sudah sejak lama beredar ditengah masyarakat Iuran dan bukan dari dinas terkait. Kita mencurigai ini adalah praktik Pungli,” katanya saat di wawancarai Rabu, 23 Oktober 2024.
Ia membeberakan, tidak ada jaminan jika selama ini, iuran-iuran yang diambil di masyarakat tersebut tercatat dengan baik di dinas pendapatan sebagai pendapatan asli daerah.
Sosok birokrat senior ini menambahkan, bahwa baru-baru malah ada sejumlah warga mengatakan kepadanya jika oknum yang meminta iuran tanpa menyerahkan bukti bahwa telah menyetor iuran tersebut.
“Nah ini yang kita curigai, meminta iuran tapi tidak dengan resmi,” katanya geram.
“Bahkan, ada juga yang melaporkan ke saya, sopir pengangkut sampah pun kadang meminta iuran tersebut,” kata mantan Wali Kota periode 2016-2021 itu membeberkan.
Ia berharap, aparat penegak hukum dapat mengecek bahkan melidik perkara itu karena sangat jelas pelanggaran hukumnya karena tidak menggunakan blanko resmi.
“Iya, ini jelas delik pelanggaran hukumnya. Jadi aparat penegak hukum bisa melidiknya,” terang mantan pejabat Bupati Sigi 2009 itu.
Ia menerangkan, sejatinya jika menerapkan sebuah kebijakan maka harus dilakukan pengkajian mendalam agar tidak terkesan asal dibuat dan dapat merugikan orang banyak.
Diakhir wawancara, Hidayat mengatakan dengan tegas jika dipercayakan masyarakat lagi pada pilkada 2024 menjadi pemimpin, dia dan wakilnya, Andi Nur B Lamakarate telah bersepakat untuk menghapus retribusi sampah rumah tangga itu karena dianggap tidak relevan diterapkan ditengah masyarakat, yang baru saja selesai melewati bencana alam dan non alam, gempa dan covid-19 secara berturut-turut.
“Masyarakat kita masih tahap pemulihan ekonomi, jangan kita tambah lagi membebani mereka dengan retribusi yang seharusnya pemerintah masih punya banyak cara untuk mengatasinya,” kata Hidayat.
Dia mencotohkan, saat menjabat wali kota periode lalu, dirinya juga bisa membangun infrastruktur untuk kepentingan masyarakat tanpa membebankan mereka membayar retribusi sampah dan lain-lain kecuali Pajak yang dari dulu sudah berjalan.
“Tidak minta bayar retribusi sampah juga saya bisa membangun kota ini. Ada jembatan Lalove, jalan lingkar lebar 40 meter dan panjang kurang lebih 9 kilometer, perbaiki jalan dilingkungan pasar Manonda dan Masomba, bisa merevitalisasi pasar Bambaru, bisa memperbaiki sebagain besar drainase kota dengan menggunakan Uditch (Beton Cetak), membuka jalan ke puncak Salena, membangun Hutan Kota Kaombona dan masih banyak lagi yang notabene menggunakan PAD,” demikian Hidayat mencotohkan.***